MAKALAH
HUKUM
LINGKUNGAN
KEBAKARAN
HUTAN DI KALTENG
Disusun oleh :
Nama :Wendy Candra
Nim : EAA 111 0050
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS
PALANGKA RAYA
FAKULTAS
HUKUM
TAHUN
2012
KATA PENGANTAR
Dengan
memanjatkan Puji Syukur ke hadirat Tuhan
Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunianya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah
Hukum Lingkungan ini yang berjudul “ KEBAKARAN HUTAN DI KALTENG “ . Penulis
menyadari bahwa didalam pembuatan
makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas
dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan
rasa hormat dan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada semua pihak yang
membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan baik
meteri maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan
dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh
karenanya, penulis dengan rendah hati
menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Palangka Raya,
11 Oktober 2012
Penyusun
!
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Dampak
kebakaran lahan dan hutan terus menjadi-jadi dan terus meluas di semua
Kabupaten di Kalimantan Tengah (Kalteng), sedangkan hujan turun tidak terjadi
selama 10 hari terakhir yang membuat kabut asap bertambah pekat. Pelaksanaan hujan buatan di Kalteng sudah
menghabiskan puluhan ribu kilogram garam yang ditabur ke udara. Sayangnya,
upaya tersebut belum juga berhasil memecahkan awan untuk mendorong terjadinya
hujan. Sejak awal pelaksanaan operasi pembuatan hujan buatan di provinsi ini,
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah menghabiskan sebanyak 36.800
kilogram garam. "Sudah 36.800 kilogram garam telah dihabiskan untuk
pembuatan hujan buatan di Kalteng ini. Sebanyak 47 sorti dilakukan dengan
kapasitas 800 kilogram garam dalam setiap sorti," kata koordinator
lapangan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC), Budi Harsoyo di Palangka Raya, hari
ini. Dikatakannya, selama upaya operasi TMC atau pembuatan hujan buatan
tersebut, pihaknya dua kali tidak dapat melaksanakan operasi karena kendala
kabut asap dan tiga kali karena potensi awan comulus tidak ada. Pesawat Casa
212 milik TNI Angkatan Udara yang digunakan Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) untuk operasi teknologi modifikasi cuaca sempat terkendala kabut
asap pekat. “Pesawat tidak bisa terbang pada Senin (1/10) lalu karena jarak
pandang di landasan pacu sangat pendek akibat kabut asap yang memang sangat
pekat sejak pagi,” ujarnya. Akibat jarak pandang yang pendek terhalang kabut
asap yang pekat serta kelembaban udara di sekitar bandara tersebut maka
diputuskan untuk tidak melakukan sorti atau penerbangan.
1
2
2. Rumusan Masalah
Masalah yang penulis angkat dalam
makalah ini adalah :
1. Bagaimana cara mencegah kebakaran hutan ?
2. Apa yang dilakukan untuk mengatasi kebakaran hutan ?
3. Siapa yang berperan dalam penanggulangan kebakaran hutan ?
4. Mengapa terjadi kebakaran hutan ?
5. Kapan mencegah kebakaran hutan ?
3. Dasar Hukum
a. Pasal 28 H
butir 1 Undang-Undang Dasar 1945
b. Pasal 65
butir 1 Undang – Undang No 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
c.Peraturan
Daerah Kota Palangka Raya Nomor 07 Tahun 2003 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan
Kebakaran Hutan dan Lahan Di Wilayah Kota
4. Tujuan
Adapun tujuan
dibuatnya makalah ini yaitu :
Sebagai Pemenuhan tugas hukum Lingkungan
dan untuk mengetahui bagaimana mencegah dan penanggulangan Kebakaran Hutan di
Kalimantan Tengah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kebakaran Hutan dan Faktor Penyebabnya
Api sebagai alat atau teknologi awal yang dikuasai manusia untuk mengubah
lingkungan hidup dan sumberdaya alam dimulai pada pertengahan hingga akhir
zaman Paleolitik, 1.400.000-700.000 tahun lalu. Sejak manusia mengenal dan
menguasai teknologi api, maka api dianggap sebagai modal dasar bagi perkembangan
manusia karena dapat digunakan untuk membuka hutan, meningkatkan kualitas lahan
pengembalaan, memburu satwa liar, mengusir satwa liar, berkomunikasi sosial
disekitar api unggun dan sebagainya (Soeriaatmadja, 1997).
Analisis terhadap arang dari tanah Kalimantan menunjukkan bahwa hutan telah
terbakar secara berkala dimulai, setidaknya sejak 17.500 tahun yang lalu.
Kebakaran besar kemungkinan terjadi secara alamiah selama periode iklim yang
lebih kering dari iklim saat itu. Namun, manusia juga telah membakar hutan
lebih dari 10 ribu tahun yang lalu untuk mempermudah perburuan dan membuka
lahan pertanian. Catatan tertulis satu abad yang lalu dan sejarah lisan dari
masyarakat yang tinggal di hutan membenarkan bahwa kebakaran hutan bukanlah hal
yang baru bagi hutan Indonesia (Schweithelm, J. dan D. Glover, 1999).
Menurut Danny (2001), penyebab utama terjadinya kebakaran hutan di
Kalimantan Tengah adalah karena aktivitas
manusia dan hanya sebagian kecil yang disebabkan oleh kejadian alam. Proses
kebakaran alami menurut Soeriaatmadja (1997), bisa terjadi karena sambaran
petir, benturan longsuran batu, singkapan batu bara, dan tumpukan srasahan.
Namun menurut Saharjo dan Husaeni (1998), kebakaran karena proses alam tersebut
sangat kecil dan untuk kasus Kalimatan kurang dari 1 %.
Kebakaran hutan besar terpicu pula oleh munculnya fenomena iklim El-Nino
seperti kebakaran yang terjadi pada tahun 1987, 1991, 1994 dan 1997 (Kantor
Menteri Negara Lingkungan Hidup dan 1998). Perkembangan kebakaran tersebut juga
memperlihatkan terjadinya perluasan penyebaran lokasi kebakaran yang tidak
hanya di Kalimantan Tengah tetapi hampir di seluruh
propinsi, serta tidak hanya terjadi di kawasan hutan tetapi juga di lahan non
hutan.
Penyebab kebakaran hutan sampai saat ini masih menjadi topik perdebatan,
apakah
3
4
karena alami
atau karena kegiatan manusia. Namun berdasarkan beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor manusia yang
berawal dari kegiatan atau permasalahan sebagai berikut:
1. Sistem perladangan tradisional dari
penduduk setempat yang berpindah-pindah.
2. Pembukaan hutan oleh para pemegang Hak
Pengusahaan Hutan (HPH) untuk insdustri kayu maupun perkebunan kelapa sawit.
3. Penyebab struktural, yaitu kombinasi
antara kemiskinan, kebijakan pembangunan dan tata pemerintahan, sehingga
menimbulkan konflik antar hukum adat dan hukum positif negara.
Perladangan berpindah merupakan upaya pertanian tradisional di kawasan
hutan dimana pembukaan lahannya selalu dilakukan dengan cara pembakaran karena
cepat, murah dan praktis. Namun pembukaan lahan untuk perladangan tersebut
umumnya sangat terbatas dan terkendali karena telah mengikuti aturan turun
temurun (Dove, 1988). Kebakaran liar mungkin terjadi karena kegiatan
perladangan hanya sebagai kamuflasa dari penebang liar yang memanfaatkan jalan
HPH dan berada di kawasan HPH.
Pembukaan hutan oleh pemegang HPH dan perusahaan perkebunan untuk
pengembangan tanaman industri dan perkebunan umumnya mencakup areal yang cukup
luas. Metoda pembukaan lahan dengan cara tebang habis dan pembakaran merupakan
alternatif pembukaan lahan yang paling murah, mudah dan cepat. Namun metoda ini
sering berakibat kebakaran tidak hanya terbatas pada areal yang disiapkan untuk
pengembangan tanaman industri atau perkebunan, tetapi meluas ke hutan lindung,
hutan produksi dan lahan lainnya.
Sedangkan
penyebab struktural, umumnya berawal dari suatu konflik antara para
pemilik modal industri perkayuan maupun pertambangan, dengan penduduk asli yang
merasa kepemilikan tradisional (adat) mereka atas lahan, hutan dan tanah
dikuasai oleh para investor yang diberi pengesahan melalui hukum positif
negara. Akibatnya kekesalan masyarakat dilampiaskan dengan melakukan pembakaran
demi mempertahankan lahan yang telah mereka miliki secara turun temurun. Disini
kemiskinan dan ketidak adilan menjadi pemicu kebakaran hutan dan masyarakat
tidak akan mau berpartisipasi untuk memadamkannya.
5
B. Kerugian dan Dampak Kebakaran Hutan
1. Areal hutan yang terbakar
Beberapa tahun terakhir kebakaran hutan terjadi hampir setiap tahun,
khususnya pada musim kering. Kebakaran yang cukup besar terjadi di Kalimantan Tengah yaitu pada tahun 2012 dan. kebakaran telah
menghanguskan hutan sekitar 3,5 ribu hektar di Kalimantan Tengah dan. Kebakaran
terluas terjadi di Kalimantan dengan total lahan terbakar 8,13 juta hektar,
disusul Sumatera, Papua Barat, Sulawesi dan Jawa masing-masing 2,07 juta
hektar, 1 juta hektar, 400 ribu hektar dan 100 ribu hektar (Tacconi, 2003).
Selanjutnya kebakaran hutan Indonesia terus berlangsung setiap tahun
meskipun luas areal yang terbakar dan kerugian yang ditimbulkannya relatif
kecil dan umumnya tidak terdokumentasi dengan baik. Data dari Direktotar
Jenderal Perlindungan hutan dan Konservasi Alam menunjukkan bahwa kebakaran
hutan yang terjadi tiap tahun sejak tahun 1998 hingga tahun 2012 tercatat berkisar antara 9 ribu hektar
sampai 515 ribu hektar (Direktotar Jenderal Perlindungan hutan dan Konservasi
Alam, 2012).
2.
Kerugian yang ditimbulkannya
Kebakaran hutan akhir-akhir ini menjadi perhatian internasional sebagai isu
lingkungan dan Kerugian yang diderita akibat kebakaran hutan tersebut
kemungkinan jauh lebih besar lagi karena perkiraan dampak ekonomi bagi kegiatan
bisnis di Indonesia tidak tersedia. Kerugian tersebut mencakup kerusakan yang
terkait dengan kebakaran seperti kayu, kematian pohon, kebun, bangunan, biaya
pengendalian dan sebagainya serta biaya yang terkait dengan kabut asap seperti
kesehatan, pariwisata dan transportasi.
3. Dampak Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan yang cukup besar seperti yang terjadi menimbulkan dampak
yang sangat luas disamping kerugian material kayu, non kayu dan hewan. Dampak
negatif yang sampai menjadi isu global adalah asap dari hasil pembakaran yang
telah melintasi batas negara. Sisa pembakaran selain menimbulkan kabut juga
mencemari udara dan meningkatkan gas rumah kaca.
Asap tebal
dari kebakaran hutan berdampak negatif karena dapat mengganggu kesehatan
masyarakat terutama gangguan saluran pernapasan. Selain itu asap tebal juga
mengganggu transportasi khususnya tranportasi udara disamping transportasi
darat, sungai, danau, dan
6
laut. Pada
saat kebakaran hutan yang cukup besar banyak kasus penerbangan terpaksa ditunda
atau dibatalkan. Sementara pada transportasi darat, sungai, danau dan laut
terjadi beberapa kasus tabrakan atau kecelakaan yang menyebabkan hilangnya
nyawa dan harta benda.
Kerugian karena terganggunya kesehatan masyarakat, penundaan atau
pembatalan penerbangan, dan kecelakaan transportasi di darat, dan di air
memang tidak bisa diperhitungkan secara tepat, tetapi dapat dipastikan cukup
besar membebani masyarakat dan pelaku bisnis.
Dampak lainnya adalah kerusakan hutan setelah terjadi kebakaran dan
hilangnya margasatwa. Hutan yang terbakar berat akan sulit dipulihkan, karena
struktur tanahnya mengalami kerusakan. Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan
lahan terbuka, sehingga mudah tererosi, dan tidak dapat lagi menahan banjir.
Karena itu setelah hutan terbakar, sering muncul bencana banjir pada musim
hujan di berbagai daerah yang hutannya terbakar. Kerugian akibat banjir
tersebut juga sulit diperhitungkan.
Analisis dampak kebakaran hutan masih dalam tahap pengembangan awal,
pengetahuan tentang ekosistem yang rumit belum berkembang dengan baik dan
informasi berupa ambang kritis perubahan ekologis berkaitan dengan kebakaran
sangat terbatas, sehingga dampak kebakaran hutan sulit diperhitungkan secara
tepat. Meskipun demikian, berdasarkan perhitungan kasar yang telah diuraikan
diatas dapat disimpulkan bahwa kebakaran hutan menimbulkan dampak yang cukup
besar bagi masyarakat sekitarnya, bahkan dampak tersebut sampai ke negara
tetangga.
C. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan
beberapa langkah, baik bersifat antisipatif (pencegahan) maupun
penanggulangannya.
1. Upaya Pencegahan
Upaya yang
telah dilakukan untuk mencegah kebakaran hutan dilakukan antara lain :
a. Memantapkan kelembagaan dengan membentuk dengan membentuk Sub
Direktorat Kebakaran Hutan dan Lembaga non struktural berupa Satlak serta Brigade-brigade pemadam
kebakaran hutan di masing-masing ;
b. Melengkapi perangkat lunak berupa pedoman dan petunjuk teknis
pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan;
c. Melengkapi perangkat keras berupa peralatan pencegah
dan pemadam kebakaran hutan;
7
d. Melakukan pelatihan pengendalian kebakaran hutan bagi aparat
pemerintah, tenaga BUMN dan perusahaan kehutanan serta masyarakat sekitar
hutan;
e. Kampanye dan penyuluhan melalui berbagai Apel Siaga pengendalian
kebakaran hutan;
f. Pemberian pembekalan kepada pengusaha (HPH, HTI, perkebunan
dan Transmigrasi), Kanwil Dephut, dan jajaran Pemda oleh Menteri Kehutanan dan
Menteri Negara Lingkungan Hidup;
g. Dalam setiap persetujuan pelepasan kawasan hutan bagi pembangunan
non kehutanan, selalu disyaratkan pembukaan hutan tanpa bakar.
h. Membangun
Pisko terpadu untuk pencegahan kebakaran.
i. membangun
kerjasama pemerintah bersama pemadam kebakaran.
j. kerjasama
dengan pihak kepolisian untuk menindak pelaku pembakaran hutan
2. Upaya Penanggulangan
Disamping melakukan pencegahan, pemerintah juga nelakukan penanggulangan
melalui berbagai kegiatan antara lain :
a. Memberdayakan posko-posko kebakaran hutan di semua tingkat,
serta melakukan pembinaan mengenai hal-hal yang harus dilakukan selama siaga I
dan II.
b. Mobilitas semua sumberdaya (manusia, peralatan & dana) di
semua tingkatan, baik di jajaran Departemen Kehutanan maupun instansi lainnya,
maupun perusahaan-perusahaan.
c. Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di tingkat
pusat melalui SATLAK kebakaran hutan dan lahan.
lain.
D. Peningkatan Upaya Pencegahan dan Penanggulangan
Upaya pencegahan dan penanggulangan yang telah dilakukan selama ini
ternyata belum memberikan hasil yang optimal dan kebakaran hutan masih terus
terjadi pada setiap musim kemarau. Kondisi ini disebabkan oleh berbagai faktor
antara lain:
a. Kemiskinan
dan ketidak adilan bagi masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan.
b. Kesadaran
semua lapisan masyarakat terhadap bahaya kebakaran masih rendah.
c. Kemampuan
aparatur pemerintah khususnya untuk koordinasi, memberikan penyuluhan untuk
kesadaran masyarakat, dan melakukan upaya pemadaman kebakaran semak belukar dan
hutan masih rendah.
8
d. Upaya
pendidikan baik formal maupun informal untuk penanggulangan kebakaran hutan
belum memadai.
Hasil identifikasi dari serentetan kebakaran hutan menunjukkan bahwa
penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor manusia dan faktor yang memicu
meluasnya areal kebakaran adalah kegiatan perladangan, pembukaan perkebunan,
maka untuk meningkatkan efektivitas dan optimasi kegiatan pencegahan dan
penanggulangan kebakaran hutan perlu upaya penyelesaian masalah yang terkait
dengan faktor-faktor tersebut.
Di sisi lain belum efektifnya penanggulangan kebakaran disebabkan oleh
faktor kemiskinan dan ketidak adilan, rendahnya kesadaran masyarakat,
terbatasnya kemampuan aparat, dan minimnya fasilitas untuk penanggulangan
kebakaran, maka untuk mengoptimalkan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan di masa
depan antara lain:
a. Melakukan pembinaan dan penyuluhan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan,
sekaligus berupaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya
kebakaran hutan dan semak belukar.
b. Memberikan penghargaan
terhadap hukum adat sama seperti hukum negara, atau merevisi hukum negara
dengan mengadopsi hukum adat.
c. Peningkatan kemampuan
sumberdaya aparat pemerintah melalui pelatihan maupun pendidikan formal.
Pembukaan program studi penanggulangan kebakaran hutan merupakan alternatif
yang bisa ditawarkan.
d. Melengkapi fasilitas untuk
menanggulagi kebakaran hutan, baik perangkat lunak maupun perangkat kerasnya.
e. Penerapan sangsi hukum pada
pelaku pelanggaran dibidang lingkungan khususnya yang memicu atau penyebab
langsung terjadinya kebakaran.
f. Memberdayakan
posko-posko kebakaran hutan di semua tingkat, serta melakukan pembinaan mengenai hal-hal yang harus dilakukan selama siaga I dan II.
9
g. Mobilitas
semua sumberdaya (manusia, peralatan & dana) di semua tingkatan, baik di
jajaran Departemen Kehutanan maupun instansi lainnya, maupun
perusahaan-perusahaan.
h. Meningkatkan
koordinasi dengan instansi terkait di tingkat pusat melalui PUSDALKARHUTNAS dan
di tingkat daerah melalui PUSDALKARHUTDA Tk I dan SATLAK kebakaran hutan dan
lahan.
i. Meminta
bantuan luar negeri untuk memadamkan kebakaran antara lain: pasukan BOMBA dari
Malaysia untuk kebakaran di Riau, Jambi, Sumsel dan Kalbar; Bantuan pesawat AT
130 dari Australia dan Herkulis dari USA untuk kebakaran di Lampung; Bantuan
masker, obat-obatan dan sebagainya dari negara-negara Asean, Korea Selatan,
Cina dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Jadi
jangan kita membakar hutan karena hutan sangat penting untuk kehidupan manusia
dan makhluk hidup lainnya, selalu waspada jika terjadi kebakaran hutan dan
segera melapor kepada pihak bersangkutan tidak lepas dari bantuan masyarakat,
harus ada kerja sama antara semua golongan seperti Pemerintah,pihak swasta dan
masyarakat. Masyarakat harus peduli dan menjaga hutan karena hutan merupakan
salah satu sumber kehidupan. Dan harus setiap saat menjaga hutan
10
Daftar Pustaka
Direktotar Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2011. Kebakaran Hutan Menurut Fungsi Hutan, Lima Tahun
Terakhir. Direktotar Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Jakarta.
Soeriaatmadja, R.E. 1997. Dampak
Kebakaran Hutan Serta Daya Tanggap Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sumberdaya
Alam Terhadapnya. Prosiding Simposium: “Dampak Kebakaran Hutan Terhadap Sumberdaya
Alam dan Lingkungan”.
International Forestry Research (CIFOR),
Bogor, Indonensia.
11
|
NAMA
|
NIM
|
|
RADEN
DIYAN TRAHJAYA
|
EAA
111 0080
|
|
WENDY
CANDRA
|
EAA
111 0050
|
|
ERTHA
MIMING FEBRIANTY
|
EAA
111 0102
|
|
NITA PURMASARI
|
EAA
111 0058
|
|
EVA
FITRIANTI
|
EAA
111 0056
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
....................................................................... ......... !
DAFTAR ISI .................................................................................... ......... !!
BAB I.
Pendahuluan ...................................................................... ......... 1
1.Latar Belakang ................................................................. ......... 1
2.Rumusan Masalah ........................................................... ......... 2
3. Dasar Hukum ............................................................................ 2
3. Tujuan ............................................................................. ......... 2
BAB II.
Pembahasan ..................................................................... ......... 3
A. Kebakaran Hutan dan Faktor Penyebabnya
............................................. 3
B. Kerugian dan Dampak Kebakaran Hutan ................................................. 5
C. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan .................. 6
BAB III.
Penutup ...................................................................................... 10
A. Kesimpulan ............................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA
................................................................................... 11
!!

Tidak ada komentar:
Posting Komentar